Penanganan cybersquatting

Cybersquatting tidak dapat kontrol mengingat aturan pendaftaran domain yang “First Come First Serve” yang artinya pertama datang pertama dilayani. Di indonesia juga menganut sistem yang sama yang diatur dalam undang – undang ITE No. 11 Tahun 2008. Di bab VI Pasal 23  dan 24 diatur tentang pengelolan nama domain.  Cara penanganan utama dalam cybersquatting:

Jika ada domain yang anda pikir merupakan cybersquatting, jelajahilah. Periksa apakah domain itu berfungsi atau tidak, domain yang terparkir dengan tidak ada tanda-tanda seseorang berkerja pada domain tersebut. Jika iya mungkin anda masuk dalam situasi cybersquatting tetapi belum bisa dijamin.

Anda juga mungkin berurusan dengan cybersquatter jika situs itu terdiri dari iklan dan/atau informasi tentang anda atau bisnis anda, dimana sang pemilik domain mencoba mengambil keuntungan dari nama anda. Sebaliknya jika tidak ada yang berhubungan dengan anda dalam situs itu, kemungkinan anda tidak berurusan dengan cybersquatter. Tetapi jika anda mempunyai nama dagang yang teregistrasi, itu merupakan pelanggaran dan itu adalah isu yang berbeda.

Hal pertama yang anda lakukan adalah mencari identitas sang pemilik domain mengunakan situs whois.net. jika informasinya tidak dilindungi, anda setidaknya bisa mendapatkan alamat email dari pemilik. Tanyalah tentang  situs yang ia miliki. Kemungkinan sang pemilik mau menjual nama domain tersebut ke anda dan pastinya  pilihan jatuh ke tangan anda jika harga yang ditawarkan tepat.

Jika harga yang ditawarkan tidak masuk akal atau anda merasa dirugikan, melawan adalah jalan kedua.

Anda mempunyai 2 pilihan :

  1.  membawa kasus ini ke pengadilan atau melalui proses ICANN. Opsi ini membawa kasus melalui Internet Corporation of Assigned Names and Numbers (ICANN),  yang dinilai paling cepat dan murah karena anda tidak membutuhkan jasa pengacara tetapi anda tidak mendapatkan ganti rugi.

Proses ICANN sebenarnya adalah arbitasi bukan litigasi dibawah Uniform Domain-Name Dispute-Resolution Policy (UDRP). Penyelesaian dapat dilaksanakan jika seseorang yang memohon(compliants) dapat membuktikan:

  1. bahwa Nama Domain didaftarkan oleh Termohon identik atau membingungkan mirip dengan merek dagang atau jasa di mana Pemohon memiliki hak, dan
  2. bahwa Termohon tidak memiliki hak atau kepentingan yang sah sehubungan dengan Nama Domain, dan
  3. bahwa Nama Domain telah terdaftar dan sedang digunakan dalam itikad buruk.

Jika sang pemohon dapat membuktikan ketiga hal tersebut maka sang pemohon menang. Jika sang pemohon menang maka domain akan di transfer atau dibatalkan sesuai dengan pemohon.

Di wilayah lain juga terdapat prosedur yang sama seperti New Zeland dengan Domain Name Commission atau Australia dengan .AU Domain Administration.

Cara paling pertama yaitu menuntut ke pengadilan. Dalam hal ini hukum tergantung dari negara tempat cybersquatter. Di Amerika sendiri, anda dapat menuntut dibawah Anticybersquatting Consumer Protection Act (ACPA). ACPA mengijinkan sang pemilk nama dagang ke pengadilan federal dan mendapatkan perintah pengadilan untuk mentransfer nama domain kembali ke sang pemilik. Dalam beberapa kasus, sang cybersquatter juga dikenakan denda.

Dalam menghentikan sang cybersquatter, sang pemilik nama harus membuktikan:

1 Pendaftar Nama domain mempunyai tujuan buruk untuk mengambil keuntungan dari nama dagang

2 Merek dagang sudah didaftarkan pada waktu nama domain pertama kali didaftarkan

3  Nama domain identikal atau mirip dengan merek dagang

4 Merek dagang berkualifikasi untuk perlindungan dibawah hukum federal nama dagang – itu dimana, nama dagang terdaftar dan sang pemilik adalah pengguna pertama nama dagang di perdagangan.

Jika sang tertuduh cybersquatter mendemonstrasikan bahwa ia punya alasan medaftarkan nama domain selain menjual kembali ke pemilik nama dagang untuk keuntungan maka pengadilan akan mengijinkannya menyimpan nama domain.

Di Indonesia sendiri belum ada badan yang mengatur penyelesaian sengketa domain seperti pada New Zealand maupun Australia pada domain .id. Tapi cybersquatter ini masih dapat dijerat oleh hukum pada UU ITE pasal 27 ayat 4 mengenai Pemerasan atau pasal 29 dimana hukumannya Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Setiap Orang yang Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Untuk kasus typosquatting ditangani oleh undang-undang mengenai merek.